Jutaan detik tiap helain nafasku kini
Menjadi saksi kehidupan
Rambut yang dulu hitam
Kini sama putihnya dengan cat tembok tua itu
Ibuku
Mengayun sepeda jengki
Dengan pedal bersuara yang merintih rintih
Ayuhannya pelan sepelan nafasnya
Keringatnya mengalir disela-sela dahi
Nampak pucat kirana
Ibuku
Yang dengan tenaga separuh sayap
Kulihat dari kejauhan
Tubuhnya terlihat ngoyo bungkuk
Menekan dengan kuat kakinya agar sepeda berjalan dengan cepat
Oh ternyata
Ibuku membonceng kardus barang bekas perumahan
Aku tahu…untuk apa ibuku melakukan itu
Teriknya siang tak surut semangat untuk anakmu ibu
Itu ibumu yang berjuang demi perut-perut buncitmu
Agar kalian tidak menangis, agar kalian bertahan
Untuk masa depan.
Menjadi saksi kehidupan
Rambut yang dulu hitam
Kini sama putihnya dengan cat tembok tua itu
Ibuku
Mengayun sepeda jengki
Dengan pedal bersuara yang merintih rintih
Ayuhannya pelan sepelan nafasnya
Keringatnya mengalir disela-sela dahi
Nampak pucat kirana
Ibuku
Yang dengan tenaga separuh sayap
Kulihat dari kejauhan
Tubuhnya terlihat ngoyo bungkuk
Menekan dengan kuat kakinya agar sepeda berjalan dengan cepat
Oh ternyata
Ibuku membonceng kardus barang bekas perumahan
Aku tahu…untuk apa ibuku melakukan itu
Teriknya siang tak surut semangat untuk anakmu ibu
Itu ibumu yang berjuang demi perut-perut buncitmu
Agar kalian tidak menangis, agar kalian bertahan
Untuk masa depan.
Puisi untuk ibu |